LK Soroti Tradisi dan Hukum Adat dalam Persepektif Muhammadiyah
17/06/2016 06:24
Meinong People Assosiation (MPA) adalah sebuah gerakan kampanye masyarakat tentang kebudayaan Meinong (sebuah kota di Taiwan) untuk membuat anak muda kembali mencintai bahasa daerahnya, yakni bahasa Hakka. Para Anggota MPA sangat gencar melakukan kampanye pengenalan budaya mereka, termasuk dalam kunjungannya ke Lembaga Kebudayaan (LK) Universitas Muhammadiyah Malang. Kunjungan yang dikemas dalam Kajian Multidisipliner dengan tema “Komparasi Budaya Masyarakat Taiwan dan Indonesia” ini digelar sabtu (18/8) di Ruang Sidang Wakil Rektor I UMM. Pada kajian tersebut Lembaga Kebudayaan dan MPA saling berbagi pengetahuan mengenai budaya di negara masing-masing. LK yang diwakili oleh Eggy Fajar Andalas, S.S., M.Hum (Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia, FKIP-UMM), menjelaskan tentang budaya malang yakni cerita Panji & wayang topeng Malangan serta pesarean Gunung Kawi. Sedangkan dari MPA diwakili oleh Shandy (sekretaris grup MPA) yang memaparkan tentang keindahan alam serta kebudayaan meinong dan Sabrina (anggota MPA) memaparkan tentang budaya dan bahasa daerah mereka.
Selain Sabrina dan Shandy, dalam rombongan grup MPA juga terdapat para anak muda yang berhasil berkreasi melestarikan kebudayaan asli suku Hakka. Mereka mengenalkan budaya mereka melalui alat musik tradisional dan nyanyian. Mereka mempelajari alat musik tradisional Pa in Hakka dan menampilkannya pada kegiatan kunjungan tersebut. Pa in Hakka sebelumnya hanya dimainkan pada acara-acara adat saja. Namun, seiring perkembangan dan munculnya minat pada anak muda, kini banyak komunitas yang mulai memainkan dan melestarikan alat musik ini namun dengan cara yang berbeda.
Pada kegiatan kunjungan ini, anak muda Taiwan tidak hanya memperkenalkan budaya mereka saja. Mereka juga belajar mengenai budaya Indonesia, yakni membatik jumputan. Pada kesempatan ini LK menggandeng Belinda Dewi Regina, M.Pd selaku dosen seni budaya Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar- FKIP UMM untuk mengajarkan proses pembuatan batik jumputan. Mereka sangat senang dan antusias dalam membuat batik, dan ternyata di kota asal mereka juga terdapat batik jumputan. Namun yang menjadi perbedaan dengan batik jumputan di Indonesia adalah motif dan bahan pewarna yang digunakan. Masyarakat meinong lebih memilih motif yang sederhana untuk batik jumputannya, dan menggunakan pewarna alami. Sedangkan di Indonesia motif pada batik jumputan lebih banyak dan beragam, dan untuk pewarnanya lebih banyak menggunakan pewarna bubuk (instan). (bri/riy)