2016/06/17 06:24:40
17. Pacitan
Wayang Beber adalah seni wayang yang muncul dan berkembang di Jawa pada masa pra Islam dan masih berkembang di daerah daerah tertentu di Pulau Jawa. Dinamakan wayang beber karena berupa lembaran lembaran (beberan) yang dibentuk menjadi tokoh tokoh dalam cerita wayang baik Mahabharata maupun Ramayana. Konon oleh para Wali di antaranya adalah Sunan Kalijaga wayang beber ini dimodifikasi bentuk menjadi wayang kulit dengan bentuk bentuk yang bersifat ornamentik yang dikenal sekarang, karena ajaran Islam mengharamkan bentuk gambar makhluk hidup (manusia, hewan) maupun patung serta diberi tokoh tokoh tambahan yang tidak ada pada wayang babon (wayang dengan tokoh asli India) diantaranya adalah Semar dan anak-anaknya serta Pusaka Hyang Kalimusada. Wayang hasil modifikasi para wali inilah yang digunakan untuk menyebarkan ajaran Islam dan yang kita kenal sekarang. Wayang Beber yang asli ini bisa dilihat di Daerah Pacitan, Donorojo, wayang ini dipegang oleh seseorang yang secara turun-temurun dipercaya memeliharanya dan tidak akan dipegang oleh orang dari keturunan yang berbeda karena mereka percaya bahwa itu sebuah amanat luhur yang harus dipelihara. |
Ceprotan adalah upacara tradisional, (bersih desa) yang dilakukan masyarakat di desa Sekar, Kabupaten pacitan yang merupakan warisan dari seorang primus interpares bernama Ki Godeg. Upacara ini dilakukan setiap tahun di bulan Dulkangidah, hari Senin Kliwon atau Minggu Kliwon. Upacara dipimpin oleh kepala desa dan melibatkan kepala dusun. Puncak acara Ceprotan berlangsung pada sore hari dimana matahari mulai terbenam, diawali dengan tarian surup Terbenamnya Matahari kemudian juru kunci membacakan doa, serta lurah desa merepresentasikan diri sebagai perwujudan Ki Godeg, sedangkan Istrinya sebagai Dewi Sekartaji. Kemudian dua orang warga berusaha membawa lari, secara bergantian panggang atau ingkung atau ayam yang sudah dimasak dari dalam wilayah yang sudah diberikan sesajen sebelumya dan setelah keluar dari wilayah tersebut dilempari kelapa muda yang sudah dikupas kulitnya oleh pemuda setempat. Pelemparan dilakukan dari sisi kanan dan kiri. Sebelum upacara ceprotan juga ditampilkan seni Reog Ponorogo dan Tari Jatilan. Ceprotan sendiri masih memiliki nilai kesakralan yang tinggi, dan disinyalir sebagai upacara untuk mendekatkan diri kepada yang kuasa dengan pengharapan didatangkannya hujan serta hasil pertanian yang melimpah. |